sELamaT daTang

sELamaT daTang

Rabu, 25 Januari 2012

perangkat komputer

Flash disk 4 GB (60rb) & 8 GB(80rb)
kipas laptop(30rb)
Pembersih Laptop(10rb)
Modem flash+kartu(280rb)
kipas netbook(25rb)
kartu perdana XL 3GB 3 bulan (65rb)

Sabtu, 24 Desember 2011

Tips kesehatan

Manfaat Pisang Bagi Kesehatan

Karena mudah tumbuh, hampir semua orang pernah makan buah pisang.  Atau setidaknya pernah melihatnya di pasar, warung atau restoran, sebagai hidangan pencuci mulut. Rasanya yang manis membuat banyak yang jatuh hati padanya. Untungnya, buah pisang ternyata juga banyak memiliki manfaat bagi kesehatan kita — bahkantermasuk kulitnya – sehingga tidak rugi apabila kita menyantapnya secara rutin. Kandungan gizi yang kumplit di dalamnya — termasuk kalori, protein, lemak, karbohidrat, vitamin (A, B, C), serat, kalsium, fosfor, zat besi, dan air — menjadikannya sebagai salah satu buah yang dapat diandalkan dalam menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh kita.
Berikut ini berbagai manfaat pisang bagi kesehatan, yang kami kumpulkan dari berbagai sumber referensi terpercaya.
Sumber Kekuatan Tenaga
Buah pisang dengan mudah dapat dicerna, gula yang terdapat di buah tersebut diubah menjadi sumber tenaga yang bagus secara cepat, dan itu bagus dalam pembentukan tubuh, untuk kerja otot, dan sangat bagus untuk menghilangkan rasa lelah.
Baik Untuk Ibu Hamil
Pisang juga disarankan untuk dikonsumsi para wanita hamil karena mengandung asam folat, yang mudah diserap janin melalui rahim. Namun jangan terlalu berlebihan karena satu buah pisang sudah mengandung sejumlah 85 – 100 kalori.
Menyembuhkan Anemia
Dua buah pisang yang dimakan setiap hari oleh penderita anemia sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan zat besi karena kandungan Fe (zat besi) yang tinggi di dalamnya.
Obat Penyakit Usus Dan Perut
Pisang yang dicampur susu cair (atau dimasukkan dalam segelas susu cair) dapat dihidangkan sebagai obat dalam kasus penyakit susu. Resep ini juga dapat direkomendasikan untuk pasien sakit perut dan cholik untuk menetralkan keasaman lambung.
Sebuah pisang dihidangkan sebagai pertahanan terhadap inflamasi karena vitamin C dapat secara cepat diproses. Ia mentransformasikan bacillus berbahaya menjadi bacillus yang bersahabat. Dengan demikian, keduanya akan tertolong. Krim pisang (seperti untuk makanan bayi) dapat pula digunakan untuk menyembuhkan diare.
Baik Untuk Penderita Lever
Penderita penyakit lever / liver dapat mengkonsumsi dua buah pisang plus satu sendok madu untuk menambah nafsu makan dan membuat kuat.
Obat Diabetes
Di Gorontalo (Sulawesi Utara) terdapat jenis pisang Goroho, yakni pisang khas daerah setempat. Pisang ini merupakan makanan bagi orang yang menderita penyakit gula atau diabetes melitus, terutama buah pisang Goroho yang belum matang. Caranya, pisang Goroho tersebut dikukus lalu dicampur dengan kelapa muda yang diparut.
Mengatur Atau Menurunkan Berat Badan
Pisang juga mempunyai peranan dalam penurunan berat badan seseorang. Dengan berdiet empat buah pisang dan empat gelas susu non-fat atau susu cair per hari sedikitnya 3 hari dalam seminggu sudah cukup untuk menurunkan berat badan. Menu tersebut menyehatkan meski jumlah kalorinya hanya 1250.
Membantu Orang Yang Sedang Berhenti Merokok
Kandungan vitamin B6, B12, potasium, dan magnesium yang ada dalam pisang dapat membantu tubuh mencegah efek dari gangguan akibat zat nikotin. Potasium sendiri merupakan mineral penting yang dapat menormalkan detak jantung, mengirim oksigen ke otak, dan mengendalikan kadar cairan tubuh. Ini cocok bagi mereka yang kecanduan merokok dan sedang berusaha untuk menghentikannya.
Selain khasiat-khasiat di atas, berikut ini beberapa manfaat pisang lainnya.
  • Membantu melawan penyakit campak atau cacar air, penyakit kuning, dan polio.
  • Menurunkan tekanan darah yang tinggi, dengan mengkonsumsi dua buah pisang per hari.
  • Meredakan depresi
  • Mengurangi / meredakan penyakit jantung
  • Mengurangi rasa sakit atau pegal-pegal di pagi hari bila dikonsumsi setelah sarapan
  • Mengurangi iritasi atau bengkak akibat gigitan serangga. Caranya, olesi bagian yang terkena gigitan dengan bagian dalam kulit pisang.
  • Mengurangi resiko kematian akibat stroke

bakteriologi

                                    BAB I
PENDAHULUAN
1.1                                         Latar Belakang
                    Bahan pangan mengandung gizi tinggi sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan berbagai mikroba. Selain ada yang mengganggu menguntungkan, keberadaan mikroba merugikan kerap terjadi sehingga sering menimbulkan gangguan pada manusia.Mikroba patogen dapat ditemukan di mana saja, di tanah, air, udara, tanaman, binatang, bahan pangan, peralatan untuk pengolahan bahkan pada tubuh manusia. Mikroba patogen dapat terbawa sejak bahan pangan masih hidup di ladang, kolam, atau kandang ternak. Keberadaannya makin meningkat setelah  bahan pangan mengalami kematian. Pangan membawa berbagai jenis mikroba, yang dapat berasal dari mikroflora alami, baik yang berasal dari lingkungan maupun yang masuk selama pemanenan atau penyembelihan, distribusi, penanganan dan pengolahan pascapanen, serta penyimpanan produk.Selain mikroba, sumber cemaran lain juga mungkin ditemukan dalam bahan pangan baik cemaran hayati (biologis), kimia, atau fisik yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengonsumsinya.Bahaya biologis atau mikrobiologis terdiri dari parasit (protozoa dan cacing), virus, dan bakteri patogen yang dapat tumbuh dan berkembang di dalam bahan pangan, sehingga dapat menyebabkan infeksi dan keracunan pada manusia. Beberapa bakteri patogen juga dapat menghasilkan toksin (racun), sehingga jika toksin tersebut terkonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan intoksikasi.


1.2                                        Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang muncul diantaranya sebagai berikut:
1.      Intoksikasi pada Daging dan bahan olahannya
2.      Macam-macam bakteri pada daging dan olahannya
3.      Bakteri pada daging mentah
4.     Bakteri pada daging asap hamburger
5.      Bakteri pada daging kalengan
6.      Bakteri pada daging giling
7.      Bakteri pada sosis fermentasi
8.      Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging
1.3                                         Perumusan Masalah
            Berkaitan dengan latar belakang dan identifikasi masalah, maka secara garis besar ada beberapa masalah yang kami rumuskan, antara lain sebagai berikut:
1.      Apa pengertian dari intoksikasi pada daging dan bahan olahannya?
2.      Apa sajakah macam – macam bakteri pada daging dan olahannya?
3.      Apa sajakah bakteri pada daging menttah?
4.      Apa sajakah bakteri pada daging asap hamburger ?
5.      Apa sajakah bakteri pada daging kaleng?
6.      Apa sajakah bakteri pada daging giling?
7.      Apa sajakah bakteri pada sosis fermentasi?
8.      Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam daging?

1.4                                         Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah bakteriologi  ini antara lain sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui intoksikasi pada daging dan bahan olahannya
2.      Untuk mengetahui macam – macam bakteri pada daging dan olahannya
3.      Untuk mengetahui bakteri pada daging mentah
4.      Untuk mengetahui bakteri pada daging asap hamburger
5.      Untuk mengetahui bakteri pada daging kaleng
6.      Untuk mengetahui bakteri pada daging giling
7.      Untuk mengetahui bakteri pada sosis fermentasi
8.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam daging
1.5 Manfaat Penulisan Makalah
Sesuai dengan tujuan penulisan makalah diatas, manfaat yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut:
1.      Memberikan berbagai informasi tentang intoksikasi pada daging dan bahan olahannya
2.      Memberikan berbagai informasi tentang macam – macam bakteri pada daging dan bahan olahannya
3.      Memberikan berbagai informasi tentang bakteri pada daging mentah
4.      Memberikan berbagai informasi tentang bakteri pada daging kaleng
5.      Memberikan berbagai informasi tentang bakteri pada asap hamburger
6.      Memberikan berbagai informasi tentang bakteri pada daging giling
7.      Memberikan berbagai informasi tentang bakteri pada sosis fermentasi
8.      Memberikan berbagai informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam daging


BAB II
ISI
2.1 Intoksikasi pada Daging dan bahan olahannya
Gambar daging yang telah terintoksikasi
Daging merupakan pangan bergizi tinggi, dengan kandungan air sekitar 75%, protein 19%, lemak 2.5%, nitrogen terlarut non protein 1.65% dan bahan-bahan anorganik 0.65%. Ketersediaan nutrisi yang lengkap ini menyebabkan daging menjadi media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba. Didalam daging segar, jumlah bakteri patogen (penyebab penyakit) jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah bakteri pembusuk. Tetapi yang perlu diingat juga adalah, bahwa beberapa bakteri patogen dapat menyebabkan penyakit dalam jumlah yang sangat sedikit.Kontaminasi daging dengan mikroba patogen sampai saat ini tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menyebabkan penyakit jika terjadi kesalahan dalam penanganan, pemasakan atau penyimpanan produk. Penyakit karena keracunan makanan menyebabkan berbagai masalah termasuk juga meningkatnya biaya produksi pangan dan kesehatan.
Berdasarkan cara menyebabkan penyakit, maka keracunan karena mikroba dibedakan menjadi intoksikasi dan infeksi. Intoksikasi adalah penyakit akibat mengkonsumsi toksin dari bakteri atau kapang yang telah terbentuk didalam makanan, sementara infeksi disebabkan oleh masuknya bakteri patogen atau virus yang dapat tumbuh dan berkembang biak didalam saluran pencernaan melalui makanan yang telah terkontaminasi. Dari kasus keracunan pangan, sebanyak 90% kasus disebabkan oleh bakteri.
 Daging digolongkan bahan makanan mudah rusak (perishable food). Di bagian dalam daging yang berasal dari hewan yang sehat yang dipotong secara higienis tidak ditemukan mikroorganisme. Mikroorganisme pada daging yang berasal dari hewan sehat dan dipotong secara higienis ditemukan pada permukaan daging dan limfonodus. Mikroorganisme dapat ditemukan di bagian dalam daging, jika daging berasal dari hewan sakit (terinfeksi).
Sumber kontaminasi daging:
1. Hewan sakit
2. RPH/RPU: kulit, alat, pekerja, udara, isi saluran pencernaan
3. Penanganan setelah pemotongan
Jumlah dan jenis mikroorganisme pada daging tergantung dari metode penanganan daging. Jumlah dan jenis mikroorganisme pada daging menggambarkan sanitasi dan higiene penanganan daging, serta menentukan kualitas dan keamanan daging.
Kepentingan mikroorganisme pada daging:
1.  Beberapa mikroorganisme bersifat patogen yang menyebabkan gangguan kesehatan pada konsumen
2.  Beberapa mikroorganisme sebagai penyebab pembusukan atau kerusakan daging (mikroorganisme pembusuk atau perusak).
3. Beberapa mikroorganisme dijadikan sebagai mikroorganisme indikator





2.2 Macam-macam bakteri pada Daging dan Olahannya
2.2.1 Bakteri pada Daging Mentah
Salmonella penyebab infeksi salmonellosis bisa ditemukan dalam saluran pencernaan hewan  (seperti burung, reptil, ternak) dan manusia. Keracunan terjadi jika mengkonsumsi sel viabel dalam jumlah besar, yaitu 105 sel dengan gejala pusing, muntah-muntah, sakit perut bagian bawah dan diare yang kadang didahului oleh sakit kepala dan menggigil. Pada kondisi yang lebih parah bisa menyebabkan tifus (oleh S. typhi) dan paratifus (oleh S. paratyphi). Salmonellosis juga telah dihubungkan dengan sequelae kronis seperti artritis. Walaupun pada banyak kasus salmonellosis disebabkan oleh telur dan produk olahan telur, infeksi ini juga terjadi pada produk daging yang terkontaminasi, terutama daging ayam, lalu daging babi dan sapi. Salmonella tahan terhadap kondisi lingkungan, tetapi sensitif terhadap proses pengeringan dan pembekuan. Proses pembekuan walaupun menurunkan jumlah Salmonella, tetapi tidak membunuh bakteri ini secara total. Inaktivasinya dilakukan dengan pemasakan, dan
Gambar Campylobacter jejuni
suhu pasteurisasi cukup untuk membunuhnya. Kontaminasi silang bisa terjadi jika daging mentah atau air daging kontak dengan makanan yang sudah dimasak atau makanan yang akan dimakan mentah seperti lalap. Compylabacter jejuni terjadi pada saat pemrosesan daging sapi atau ayam, kotoran yang bersentuhan dengan daging, air yang tidak dimasak dan susu yang tidak dipasteurisasi.
Psikrotrofik (tahan suhu dingin) dominan didalam daging segar adalah lactobasilus dan leuconostoc, Brochothrix thermosphacta, Clostridium laramie, beberapa strain koliform, Serratia, Pseudomonas, Alteromonas, Achromobacter, Alcaligenes, Acinetobacter, Morexella, Aeromonas dan Proteus. Juga terdapat psikrofilik patogen seperti Listeria monocytogenes dan Yersinia enterocolitica. Kandungan mikroba daging segar sangat bervariasi, dengan bakteri sebagai kontaminan utama
2.2.2 Bakteri pada Daging asap Hamburger
Escherichia coli bisa membentuk koloni didalam saluran pencernaan hewan dan mengkontaminasi daging pada saat proses pemotongan. Bakteri ini merupakan mikroflora normal di saluran pencernaan dan beberapa diantaranya bersifat patogen. E. coli O157:H7 adalah strain yang diketahui bisa menyebabkan penyakit. Dosis infeksi oleh E. coli O157:H7 cukup rendah, 10-100 sel yang tertelan sudah mampu menyebabkan mereka memproduksi toksin penyebab kejang perut yang disertai dengan diare berdarah, juga menyebabkan gangguan ginjal pada anak-anak (fatal) dan gangguan syaraf pada orang lanjut usia. KLB keracunan karena bakteri ini pernah terjadi karena konsumsi hamburger yang pemasakannya tidak matang. E. coli O157:H7 dapat dihancurkan dengan proses pemasakan.
2.2.3 Bakteri pada Daging kalengan
   Clostridium botulinun pada kornet
Clostridium botulinum merupakan bahaya potensial pada makanan kaleng berasam sedang dan rendah (pH >4.5) termasuk produk kaleng berbasis daging; juga dapat tumbuh pada makanan yang dikemas vakum. Bakteri ini menghasilkan toksin botulin penyebab intoksikasi botulim. Toksin ini bersifat neurotoksin, yang dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian dengan dosis letal sebesar 1 mg/kg berat badan. Saluran pencernaan bayi yang belum sempurna menyebabkan bayi rentan terkena infant botulism jika menelan spora C. botulinum yang kemudian akan memproduksi toksin di dalam lambung. Toksin botulin tidak tahan pemanasan, sehingga untuk menghindari keracunan botulism maka makanan kaleng yang potensial mengandung botulin sebaiknya dididihkan selama 15 menit sebelum dikonsumsi.
2.2.4 Bakteri pada Daging Giling
 Mikroba daging giling sekitar 104-5 koloni/gram. Jika produk disimpan pada kondisi aerob, maka bakteri psikrotrofik aerob terutama bakteri Gram negatif berbentuk batang seperti Pseudomonas, Alteromonas, Proteus dan Alcaligenes juga kamir akan tumbuh dengan cepat. Sebaliknya, jika produk disimpan dalam kemasan anaerob, maka mikroba dominan adalah bakteri psikrotrofik fakultatif anaer  ob dan anaerob seperti Latobacillus, Leuconostoc, Brochrothrix, Serratia, beberapa koliform dan Clostridium. pH daging (sekitar 6.5 pada daging merah dan sekitar 6.0 pada daging unggas), kadar protein yang tinggi, kadar karbohidrat yang relatif rendah dan kondisi lingkungan sekitar pangan akan menentukan jenis mikroba apa yang akan tumbuh dominan.
2.2.5 Bakteri pada Sosis fermentasi
Sosis fermentasi (salami) merupakan produk fermentasi olahan daging dengan penggunaan kultur bakteri asam laktat, yang mengubah karbohidrat menjadi asam laktat Kualitas mikrobiologis sosis fermentasi secara keseluruhan mengalami perubahan sesuai dengan perlakuan penyimpanan kultur kering L. plantarum selama 45 hari. Hasil analisis mikrobiologis sosis fermentasi menggunakan kultur starter kering L. plantarum selama penyimpanan. Total bakteri asam laktat. Jumlah bakteri asam laktat sosis fermentasi daging sapi menga  lami kenaikan yang signifi kan (P<0,01) dari sosis dengan kultur tanpa penyimpanan (kontrol) ke sosis dengan kultur penyimpanan 15 hari. Selanjutnya total bakteri asam laktat mengalami penurunan yang signifi kan (P<0,01) pada sosis dengan penyimpanan kultur 30 hari dan tidak memiliki jumlah yang berbeda pada sosis dengan penyimpanan kultur selama 45 hari. Jumlah bakteri asam laktat pada sosis fermentasi daging domba tidak mengalami peningkatan yang berarti selama 15 hari penyimpanan. Penurunan yang signifi kan (P<0,01) terjadi pada sosis dengan kultur yang disimpan selama 30 hari dan tidak berubah signifi kan pada sosis dengan penyimpanan kultur selama 45 hari. Rataan total bakteri asam laktat di dalam sosis fermentasi daging sapi dan daging domba adalah 1,93 x 1012 CFU/g dan 5,73 x 1010 CFU/g. Adanya kecenderungan jumlah populasi bakteri asam laktat yang lebih besar pada sosis fermentasi daging sapi kemungkinan disebabkan oleh kultur yang digunakan diisolasi dari daging sapi sehingga lebih mudah beradaptasi pada jenis daging tersebut. Sosis yang tidak difermentasikan dengan benar sangat mungkin menyebabkan penyakit, terutama muntah-muntah akut yang diikuti diare. Praktik produksi yang baik (Good Manufacturing Practices/GMP), penanganan makanan secara higienis dan pendinginan dapat mencegah penyakit karena makanan yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus





2.3       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme pada Daging
A. Mikroflora Saluran Pencernaan
Sejumlah E. coli, Clostridium perfringens, dan streptococcus sudah ditemukan pada hari pertama kelahiran di dalam isi rumen, abomasum, sekum dan bagian saluran pencernaan lain. Hari ke-2 sampai 12, dijumpai laktobasili dalam jumlah banyak di dalam rumen dan usus halus. Salmonella dapat ditemukan dalam rumen, ileum, sekum, rektum, limfoglandula saluran pencernaan (yang berkaitan dengan saluran pencernaan bagian belakang).
B. Mikroflora pada Kulit Sapi
Mikroorganisme yang ditemukan:
1. Mikroflora normal pada kulit: mikrokoki, stafilokoki, kamir
2. Mikroorganisme dari tanah, padang rumput (pastur) dan feses

Jenis dan jumlah dipengaruhi oleh faktor lingkungan (musim, kelembaban, suhu)
C. Transportasi
Selama transportasi dari peternakan ke RPH, hewan dapat terkontaminasi salmonella yang berasal dari feses.
D. Rph Dan Proses Pemotongan
Kontaminasi selama proses pemotongan terutama terjadi pada saat proses pengulitan, pemotongan kaki bagian bawah dan pengeluaran jeroan.
Pada kulit dapat ditemukan jumlah mikroorganisme (per gram atau per cm2): Mesofilik aerobik 106 - 108, Psikrotrofik 104 – 106, Enterobacteriaceae 103 – 106, Escherichia coli 101 – 105, Spora Bacillus 105 – 106, Kapang-kamir >103 , Salmonella bervariasi (400 per cm2; 4000000 per gram) Rumen dapat mengandung mikroorganisme (per gram): Mesofilik aerobik 106 - 108, Psikrotrofik 102 – 105, Enterobacteriaceae dan E. coli 103 – 107Feses dapat mengandung mikroorganisme (per gram):Mesofilik aerobik 108 – 109, Psikrotrofik 102 – 105, Enterobacteriaceae dan E. coli 106 – 109, Clostridium perfringens dan Campylobacter 106 – 109
Daging dapat tercemar mikroorganisme pada saat pemingsanan secara mekanik (captive bolt pistol yang tercemar) dan penyembelihan oleh pisau tercemar. Pada saat pengulitan dan pemotongan kaki bagian bawah: pencemaran cukup tinggi. Setelah penyayatan kulit dan pemotongan kaki bagian bawah, pada mata pisau dapat ditemukan mikroorganisme: Mesofilik aerobik 107, Spora basilus dan psikrotrofik 105, Enterobacteriaceae 103, Salmonella dapat ditemukan pada tangan pekerja, pisau, apron pekerja yang menguliti hewan, Selama eviserasi (pengeluaran jeroan) dapat terjadi peningkatan pencemaran Salmonella dan Enterobacteriaceae pada karkas. Campylobacter dapat ditemukan pada empedu.
Pisau dan tangan yang tercemar oleh mikroorganisme selama proses eviserasi dan pemeriksaan postmortem akan mencemari bagian karkas lain. Proses pencucian karkas setelah eviserasi dapat mempengaruhi keberadaan mikroorganisme pada permukaan karkas. Kadang-kadang jumlah mikroorganisme akan berkurang pada satu bagian/daerah, namun di daerah lain akan tetap atau bahkan bertambah. Hal ini tergantung lama pencucian, suhu air, volume air dan tekanan air, serta sanitaiser yang ditambahkan ke dalam air (klorin atau asam organik).
E. Mikroflora Pada Karkas
Mikroorganisme pada karkas setelah proses pemotongan (higienis): ICMSF (1980): Total plate count (TPC) 103 – 105 bakteri per cm2, Psikrotrofik <>2 cm2, Koliform 101 – 102 cm2
Tingkat kontaminasi mikroorganisme pada permukaan bagian dalam karkas lebih rendah dibandingkan bagian luar karkas. Grau (1986): Mesofilik aerobik 103 – 106 per cm2, Psikrotrofik 0.1 – 10% dari jumlah mesofilik, Enterobacteriaceae dan E. coli 10 per cm2, Clostridium perfringens dan Campylobacter jejuni dalam jumlah kecil.
F. Pendinginan Daging
Pengaruh pendinginan terhadap mikroorganisme pada permukaan karkas/daging tergantung dari kondisi pendinginan. Pendinginan daging yang cepat, dengan kecepatan angin yang tinggi dan kelembaban yang rendah akan mengurangi jumlah mikroorganisme pada karkas/daging. Pendinginan akan mengubah jenis dan jumlah mikroorganisme pada daging (terutama perbandingan psikrotrofik dan mesofilik).
Kondisi pendinginan harus dijaga: sebaiknya kandungan mikroorganisme pada udara tidak lebih dari 102 mikroba/m2/menit (akan memberikan kontribusi kontaminasi pada karkas 14 mikroba/cm2 permukaan karkas/hari). Penyimpanan daging pada suhu 15 – 20 oC atau lebih memiliki resiko perkembangan mesofilik dan patogen. Organ (jeroan) memiliki jumlah mikroorganisme yang relatif lebih besar dari daging. Oleh sebab itu harus segera didinginkan Suhu bagian dalam daging < +4 oC, Suhu bagian dalam jeroan < +3 oC
G. Cutting Dan Pelepasan Tulang
Pencemaran selama proses cutting, boning dan pengemasan dapat terjadi melalui peralatan (pisau, alas potong, mesin pemotong), tangan pekerja, suhu ruang dan lamanya daging di dalam ruang tersebut. Suhu ruang cutting dan boning sebaiknya < 10 oC.



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Intoksikasi adalah penyakit akibat mengkonsumsi toksin dari bakteri atau kapang yang telah terbentuk didalam makanan, sementara infeksi disebabkan oleh masuknya bakteri patogen atau virus yang dapat tumbuh dan berkembang biak didalam saluran pencernaan melalui makanan yang telah terkontaminasi
Bakteri pada Daging Mentah adalah Salmonella penyebab infeksi salmonellosis bisa ditemukan dalam saluran pencernaan hewan (seperti burung, reptil, ternak) dan manusia. Compylabacter jejuni terjadi pada saat pemrosesan daging sapi atau ayam, kotoran yang bersentuhan dengan daging, air yang tidak dimasak dan susu yang tidak dipasteurisasi. Psikrotrofik (tahan suhu dingin) dominan didalam daging segar adalah Lactobasilus dan Leuconostoc, Brochothrix thermosphacta, Clostridium laramie, beberapa strain koliform, Serratia, Pseudomonas, Alteromonas, Achromobacter, Alcaligenes, Acinetobacter, Morexella, Aeromonas dan Proteus. Juga terdapat psikrofilik patogen seperti Listeria monocytogenes dan Yersinia enterocolitica. Kandungan mikroba daging segar sangat bervariasi, dengan bakteri sebagai kontaminan utama. Bakteri pada Daging asap Hamburger adalah E. coli O157:H7. Bakteri pada Daging kalengan adalah Clostridium botulinum. Bakteri pada Daging Giling adalah Gram negatif berbentuk batang seperti Pseudomonas, Alteromonas, Proteus dan Alcaligenes Jika produk disimpan pada kondisi aerob, produk disimpan dalam kemasan anaerob, maka mikroba dominan adalah bakteri psikrotrofik fakultatif anaerob dan anaerob seperti Latobacillus, Leuconostoc, Brochrothrix, Serratia, beberapa koliform dan Clostridium. Bakteri pada Sosis fermentasi adalah fermentasi menggunakan kultur starter kering L. plantarum selama penyimpanan dan bakteri asam laktat. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme pada Daging adalah Mikroflora Saluran Pencernaan, Mikroflora pada Kulit Sapi, Transportasi, Rph Dan Proses Pemotongan, Mikroflora Pada Karkas, Pendinginan Daging,Cutting Dan Pelepasan Tulang

kimia farmasi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Obat adalah semua zat yang dalam bentuk tunggal atau campuran baik yang berasal dari alam, sintetik, semi sintetik yang digunakan dengan tujuan untuk pencegahan, peredaan, menghilangkan penyakit atau gejala penyakit, meningkatkan derajat kesehatan, diagnostik, pengendali kesuburan.
Allopurinol adalah obat penyakit priai (gout) yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah. Alopurinol bekerja dengan menghambat xantin oksidase yaitu enzim yang dapat mengubah hipoxantin menjadi xantin, selanjutnya mengubah xantin menjadi asam urat. Dalam tubuh Allopurinol mengalami metabolisme menjadi oksipur inol (alozantin) yang juga bekerja sebagai penghambat enzim xantin oksidase. Mekanisme kerja senyawa ini berdasarkan katabolisme purin dan mengurangi prosuksi asam urat, tanpa mengganggu biosintesa purin. Allopurinol dapat meningkatkan frekuensi serangan artritis gout akut sehingga sebaiknya obat anti inflamasi atau kolkisin diberikan bersama  pada awal terapi (Katzung, 2004).
1.2  Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang muncul diantaranya sebagai berikut:
1.      Struktur / Rumus bangun allopurinol
2.      Pemerian allopurinol
3.      Kegunaan/fungsi allopurinol
4.      Sifat fisika kimia allopurinol
5.      Cara Identifikasi dan analisis kuantitatif allopurinol
6.      Kelarutan allopurinol
7.      Cara penetapan kadar allopurinol
8.      Persyaratan allopurinol
9.      Resorpsi allopurinol
10.  Interaksi allopurinol
11.  Dosis allopurinol
12.  Efek samping allopurinol
1.3  Perumusan Masalah
            Berkaitan dengan latar belakang dan identifikasi masalah, maka secara garis besar ada beberapa masalah yang kami rumuskan, antara lain sebagai berikut:
1.      Bagaimana strukur/ rumus bangun dari alloprinol?
2.      Bagaimana pemarian dari allopurinol?
3.      Apa fungsi/kegunaan dari allopurinol?
4.      Bagaimana sifat fisika kimia dari allopurinol?
5.      Bagaimana cara identifikasi dan analisis kuantitatif dari allopurinol?
6.      Bagaimana kelarutan dari allopurinol?
7.      Bagaimana cara penetapan kadar dari allopurinol?
8.      Bagaimana persyaratan dari allopurinol?
9.      Bagaimana resorpsi dari allopurinol?
10.  Bagaimana interaksi dari allopurinol?
11.  Bagaimana dosis dari allopurinol?
12.  Apa saja efek samping dari  allopurinol?

1.4  Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah kimia farmasi ini antara lain sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui struktur / rumus bangun pada allopurinol
2.      Untuk mengetahui pemerian pada allopurinol
3.      Untuk mengetahui kegunaan / fungsi pada allopurinol
4.      Untuk mengetahui sifat fisika kimia pada allopurinol
5.      Untuk mengetahui cara identifikasi dan analisis kuantitatif  pada allopurinol
6.      Untuk mengetahui kelarutan pada allopurinol
7.      Untuk mengetahui cara penetapan kadar  pada allopurinol
8.      Untuk mengetahui persyaratan pada allopurinol
9.      Untuk mengetahui resorpsi pada allopurinol
10.  Untuk mengetahui interaksi pada allopurinol
11.  Untuk mengetahui dosis pada allopurinol
12.  Untuk mengetahui efek samping pada allopurinol
1.5 Manfaat Penulisan Makalah
Sesuai dengan tujuan penulisan makalah diatas, manfaat yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut:
1.      Memberikan berbagai informasi tentang struktur / rumus bangun pada allopurinol
2.      Memberikan berbagai informasi tentang pemerian pada allopurinol
3.      Memberikan berbagai informasi tentang kegunaan / fungsi pada allopurinol
4.      Memberikan berbagai informasi tentang sifat fisika kimia pada allopurinol
5.      Memberikan berbagai informasi tentang cara identifikasi dan analisis kuantitatif  pada allopurinol
6.      Memberikan berbagai informasi tentang kelarutan pada allopurinol
7.      Memberikan berbagai informasi tentang cara penetapan kadar pada allopurinol
8.      Memberikan berbagai informasi tentang persyaratan pada allopurinol
9.      Memberikan berbagai informasi tentang resorpsi pada allopurinol
10.  Memberikan berbagai informasi tentang interaksi pada allopurinol
11.  Memberikan berbagai informasi tentang dosis pada allopurinol
12.  Memberikan berbagai informasi tentang efek samping pada allopurinol












BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Struktur / Rumus bangun
Uraian umum allopurinol menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995):
·         Rumus Bangun            : Allopurinol
·         Nama Kimia                : 1H-pyrazolol [3,4-d]pirimidin-4-ol atau 4-hidroksipirazolol [3,4-d]pirimidin.  
·         Rumus Molekul           : C5H4N4O
·         Berat Molekul             : 136,11g/mol 
·         16220-07-8 allopurinol riboside
Nama produk
allopurinol riboside
Sinonim
Allopurinol riboside; 4-Hydroxy(3,4-d)pyrazolopyrimidine riboside; 4-Hydroxy-1beta-D-ribofuranosylpyrazolo(3,4-d)pyrimidine; Allopurinol ribonucleoside; Allopurinol-1-ribonucleoside; NSC 138437; 1,5-Dihydro-1-beta-D-ribofuranosyl-4H-pyrazolo(3,4-d)pyrimidin-4-one; 4H-Pyrazolo(3,4-d)pyrimidin-4-one, 1,5-dihydro-1-beta-D-ribofuranosyl-; 1-(beta-L-ribofuranosyl)-1,2-dihydro-4H-pyrazolo[3,4-d]pyrimidin-4-one; 1-pentofuranosyl-1,2-dihydro-4H-pyrazolo[3,4-d]pyrimidin-4-one; 1-(beta-D-ribofuranosyl)-1,2-dihydro-4H-pyrazolo[3,4-d]pyrimidin-4-one; 1-[(2S,3S,4R,5R)-3,4,5,6-tetrahydroxytetrahydro-2H-pyran-2-yl]-1,2-dihydro-4H-pyrazolo[3,4-d]pyrimidin-4-one (non-preferred name)
MF
C10H12N4O6
Berat Molekul
284.2255
InChI
InChI=1/C10H12N4O6/c15-4-5(16)9(20-10(19)6(4)17)14-7-3(1-13-14)8(18)12-2-11-7/h1-2,4-6,9-10,13,15-17,19H/t4-,5+,6-,9+,10?/m1/s1
CAS NO
16220-07-8
Struktur Molekul
16220-07-8 allopurinol riboside
Kepadatan
2.25g/cm3
Titik didih
566°C at 760 mmHg
Indeks bias
1.925
Titik nyala
296.1°C
Cinta bahaya
Kod Risiko
Keselamatan Penerangan



2.2 Pemerian
·         Pemerian serbuk halus putih hingga hampir putih
·         Berbau lemah.
2.3  Kegunaan/fungsi
Alopurinol berguna untuk mengobati penyakit pirai karena menurunkan kadar asam urat. Pengobatan jangka panjang mengurangi frekuensi serangan, menghambat pembentukan tofi. Mobilisasi asam urat ini dapat ditingkatkan dengan memberikan urikosurik. Obat ini terutama berguna untuk mengobati penyakit pirai kronik dengan insufisiensi ginjal dan batu urat dalam ginjal, tetapi dosis awal harus dikurangi. Berbeda dengan probenesid, efek  alopurinol tidak dilawan oleh salisilat, tidak berkurang pada insufisiensi ginjal dan tidak menyebabkan batu urat. Alopurinol berguna untuk pengobatan pirai sekunder akibat penyakit polisitemia vera, metaplasia mieloid, leukemia, limfoma, psoriasis, hiperurisemia akibat obat, dan radiasi. Obat ini bekerja dengan menghambat xantin oksidase,enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Melalui mekanisme umpan balik alopurinol menghambat sintesis purin yang merupakan prekursor xantin. Alopurinol sendiri mengalami biotransformasi oleh enzim xantin oksidase menjadi aloxantin yang masa paruhnya lebih panjang daripada alopurinol, itu sebabnya alopurinol yang masa paruhnya pendek cukup diberikan satu kali sehari.
2.4  Sifat fisika kimia
Dalam proses interaksi antara obat dengan sifat fisika dan kimianya terhadap tubuh dengan sifat biodinamikanya terdapat dua proses penting yaitu proses farmakokinetik yaitu pengaruh tubuh terhadap obat dan farmakodinamik yaitu pengaruh obat terhadap tubuh.
Ø  Farmakokinetik
Alopurinol hampir 80% diabsorpsi setelah pemberian peroral. Seperti asam urat, alupurinol dimetabolisme sendiri oleh xantin oksidase. Senyawa hasilnya yaitu aloxantin, yang dapat mempertahankan kemampuan menghambat xantin oksidase dan mempunyai masa kerja yang cukup lama, sehingga alopurinol cukup diberikan hanya sekali sehari.
Onset dari alopurinol yaitu 1 – 2 minggu. Absorbsi alopurinol bila diberikan secara peroral adalah 60% dari dosis pemberian. Volume distribusinya 1,6 L/Kg dan metabolisme menjadi metabolit aktif oxypurinol ( 75% ). Ekskresi alopurinol dalam urin sebesar 76% dalam bentuk oxypurinol dan 12% dalam bentuk utuh. T ½ dari alopurinol adalah 1 – 3 jam sedangkan untuk aloxantin 18 – 30 jam. Bioavaibilitasnya 49 % – 53%. Klirens alopurinol pada dosis 200 mg per hari adalah 10 – 20 ml/menit. Untuk dosis 100 mg per hari, klirens alopurinol yaitu 3 – 10 ml/menit sedangkan untuk sediaan extended dengan 100 mg per hari, klirens alopurinol < 3 ml/menit.
Ø  Farmakodinamik
Diet purin di dalam makanan bukan merupakan sumber uric acid yang penting. Jumlah penting secara kuantitatif dari purine dibentuk dari asam amino, formate, dan karbondoksida dalam tubuh. Ribonukleotida purine tersebut tidak tergabung ke dalam nucleic acid (asam nukleat) dan yang berasal dari degradasi  nucleic acid dikonversi menjadi xantine atau hypoxanthine dan dioksida menjadi uric acid. Bilamana langkah terakhir ini dihambat oleh allopurinol, maka ada penurunan pada kadar plasma urate dan penurunan pada timbunan  urate  dengan peningkatan yang bersamaan pada xantine dan  hypoxanthine yang lebih mudah larut (Katzung, 2004).
Purin dibentuk dari asam amino, asam format, dan karbondioksida dalam tubuh. Namun purin juga dibentuk dari degradasi asam nukleat yang kemudian dikonversi menjadi xantin atau hipoksantin dan dioksidasi menjadi asam urat. Jadi hipoksantin akan diubah menjadi xantin oleh enzim xantin oksidase dan kemudian xantin akan diubah menjadi asam urat ( 2, 6, 8-trioksipurin) oleh enzim xantin oksidase.
Dengan adanya alopurinol, akan menghambat enzim xantin oksidase sehingga terjadi penurunan kadar asam urat dalam plasma dan penurunan timbunan asam urat disertai dengan peningkatan xantin dan hipoksantin yang lebih larut. Mekanisme penghambatan pembentukan asam urat oleh alopurinol yaitu alopurinol yang merupakan isomer dari hipoksantin, bekerja sebagai antagonis kompetitif dari hipoksantin yang dapat dioksidasi oleh enzim xantin oksidase menjadi aloksantin. Hal ini menyebabkan jumlah enzim xantin oksidase yang seharusnya mengubah hipoksantin menjadi xantin dan dari xantin menjadi asam urat berkurang sehingga pada akhirnya produksi asam urat menurun.

2.5  Cara identifikasi dan analisis kuantitatif
Ø  Allopurinolum
Alopurinul
Baku pembanding alopurinol BPFI ; lakukan pengenceran dalam hampa udara pada suhu 150o selama 5 jam sebelum digunakan; 3-Amino-4-karboksamidopira-zol Hemisulfat BPFI; lakukan pengeringan dalam hampa udara pada suhu 150o selama 3 jam sebelum digunakan.
Identifikasi Spektrum serapan inframerah zat yang didispersikan dalam kalium bromida P, menunjukan maksimum hanya pada panjang gelombang yang sama seperti Alopurinol BPFI.
Susut pengeringan <1121> tidak lebih dari 0.5%; lakukan pengeringan dalam hampa udara pada suhu 105o selama 5 jam.
Ø  ALLOPURIINOL COMPRESSI
Tablet Alopurinol
Baku pembanding Alopurinol BPFI; lakukan pengeringan dalam hampa udara pada suhu 105o selama 5 jam sebelum digunakan.
Identifikasi Timbang sejumlah serbuk tablet setara dengan 50 mg alopurinol, gertis dengan 10 ml natrium hidroksida 0,1 N, saring. Asamkan filtrat dengan asam asetat 1 N, diamkan 10 sampai 15 menit agar terjadi pengendapan yang cukup, kumpulkan endapan yang terbentuk. Cuci endapan dengan 3 ml etanol mutlak P sedikit demi sedikit, dan akhirnya cuci dengan 4 ml eter P. biarkan kering diudara selama 15 menit, dikeringkan pada suhu 105o selama 3 jam: endapan yang diperoleh mmenuhi Identifikasi seperti tertera pada Alopurinol.

2.6  Kelarutan
Ø  Kelarutan sangat sukar larut dalam air dan etanol
Ø   Larut dalam larutan kalium dan natrium hidroksida
Ø  Praktis tidak larut dam kloroform dan dalam eter.


2.7 Penetapan kadar
Allopurinol  dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri ultraviolet dengan pelarut HCL 0,1N dan NaOH 0,05 N  (Pharmacopeia of The People’s Republic of China ).
Ø  Allopurinolum
Alopurinul
Baku pembanding alopurinol BPFI ; lakukan pengenceran dalam hampa udara pada suhu 150o selama 5 jam sebelum digunakan; 3-Amino-4-karboksamidopira-zol Hemisulfat BPFI; lakukan pengeringan dalam hampa udara pada suhu 150o selama 3 jam sebelum digunakan.
Identifikasi Spektrum serapan inframerah zat yang didispersikan dalam kalium bromida P, menunjukan maksimum hanya pada panjang gelombang yang sama seperti Alopurinol BPFI.
Susut pengeringan <1121> tidak lebih dari 0.5%; lakukan pengeringan dalam hampa udara pada suhu 105o selama 5 jam.
Cemaran secara kromatografi tidak lebih dari 0,2%; lakukan penetapan secara Kromatografi lapis tipis seperti yang tertera pada Kromatografi <931>.
Larutan baku Timbang saksama sejumlah 3-Amino-44-karboksamidopirazol Henisulfa BPFI, larutkan dalam amonium hidroksida 6 N hingga kadar 50 mg per ml.
Larutan uji Timbang saksama lebih kurang 250 mg zat, larutkan dalam campuran amonium hidroksida 6 N dan natrium hidroksida 1 N (9:1) hingga 10,0 ml, campur.
Prosedur Totolkan masing-masing secara terpisah 10 ml Larutan uji pada lempeng kromatografi selulosa setebal 0,16 mm yang mengandung indikator fluoresensi. Masukkan lempeng ke dalam bejana yang berisi fase gerak yang dibuat sebagai berikut : kocok 200 ml n-butanol P dan 200 ml amonium hidroksida 6 N, buang lapisan bawah dan tambahkan 20 ml n-butanol P pada lapisan atas. Eluasi hingga fase gerak merambat 1 cm dibawah ujung lempeng, angkat dan keringkan di udara, amati di bawah cahaya ultraviolet; intensitas bercak lain selain bercak utama dari Larutan uji tidak lebih besar dari bercak utama Larutan baku.
Cemaran senyawa organik mudah menguap <471>
Metode V memenuhi syarat.
Pelarut Gunakan dimetil sulfoksida P.
Timbang seksama lebih kurang 100 mg, larutkan dalam 30 ml dimetilformamida P,hangatkan bila perlu. Titrasi dengan tetrabutilamonium hidroksida 0,1 N LV, amati titik akhir dengan potensiometri  menggunakan sistem elektrode kaca-kalomel, jaga agar tidak terjadi penyerapan karbon dioksida dari udara. Lakukan penetapan blanko.
1 ml tetrabutilamonium hidroksida 0,1 N setara dengan 13,61 mg C5H4N4O.
Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup baik.
Ø  ALLOPURIINOL COMPRESSI
Tablet Alopurinol
Tablet alopurinol mengandung Alopurinol C5H4N4O. tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
Baku pembanding Alopurinol BPFI; lakukan pengeringan dalam hampa udara pada suhu 105o selama 5 jam sebelum digunakan.
Identifikasi Timbang sejumlah serbuk tablet setara dengan 50 mg alopurinol, gertis dengan 10 ml natrium hidroksida 0,1 N, saring. Asamkan filtrat dengan asam asetat 1 N, diamkan 10 sampai 15 menit agar terjadi pengendapan yang cukup, kumpulkan endapan yang terbentuk. Cuci endapan dengan 3 ml etanol mutlak P sedikit demi sedikit, dan akhirnya cuci dengan 4 ml eter P. biarkan kering diudara selama 15 menit, dikeringkan pada suhu 105o selama 3 jam: endapan yang diperoleh mmenuhi Identifikasi seperti tertera pada Alopurinol.
Disolusi <1231>
            Media disolusi: 900 ml asam klorida 0,1 N
            Alat tipe 2: 75 rpm
            Waktu: 45 menitt
                        Prosedur lakukan penetapan jumlah C5H4N4O yang terlarut dengan mengukur serapan filtrat larutan uji, jika perlu diencerkan dengan asam klorida 0,1 N, dan serapan larutan baku Alopurinol BPFI dalam media yang sama pada panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 250 nm.
Toleransi dalam waktu 45 menit harus larut tidak kurang dari 75% (Q) C5H4N4O, dari jumlah yang tertera pada etiket.
Keseragaman sediaan <911> Memenuhi syarat.
Penetapan kadar lakukan penetapan dengan cara Kromatografi cair kinerja tinggi seperti yang tertera pada Kromatografi <931>.
Fase gerak Buat larutan amonium fosfat monobasa 0,05 M, saring dan awaudarakan [catatan tidak boleh ada sisa fase gerak dalam kolom semalaman. Sesudah digunakan cuci kolom denganaliran air selama 20 menit, kemudian dilanjutkan dengan metanol P selama 20 menit].
Larutan baku internal Larutkan lebih kurang 50 mg Hipoksantin P dalam 10 ml natrium hidroksida 0,1 N, kocok selama 10 menit hingga larut. Encerkan dengan air hingga 50 ml. Buat larutan pada saat akan digunakan.
Larutan baku Timbang saksama lebih kurang 50 mg  Alopurinol BPFI, masukkan kedalam labu tentukur 50 ml, tambahkan 10 ml natrium hidroksida 0,1 N ,kocok selama 10 menit, encerkan dengan air,sampai tanda. Masukkan 4,0 ml larutan ini dan 2,0 ml larutan baku internal kedalam labu tentukur 200-ml, encerkandengan fase gerak sampai tanda. Buat larutan pada saat akan digunakan.
Larutan uji Timbang dan serbukkan tidak kurang dari 20 tablet. Timbang saksama sejumlah serbuk setara dengan  lebih kurang 50 mg Alopurinol,masukkan kedalam labu tentukur  50-ml, tambahkan 10 ml natrium hidroksida 0,1 N,kocook selama 10 menit, tambahkan air sampai tanda. [ Saring, buang 10 ml filtrat pertama. Mmasukkan 4,0 ml filtrat dan 2,0 ml larutan baku internal kedalam labu tentukur200-ml, encerkan dengan fase gerak sampai tanda.
Sistem kromatografi lakukan yang tertera pada kromatografi  <931>. Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 254 nm dan kolon ukuran 4 mm x 30 cm berisi bahan pengisi LI. Laju aliran lebih kurang 1,5 ml per menit. Lakukan kromatografi terhadap larutan baku, rekam respons puncak seperti yang tertera pada Prosedur. Resolusi, R, antara puncak zat uji dan baku internal tidak kurang dari 5 dan simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang tidak lebih dari 3,0%.
Prosedur suntikan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 15 ml) Larutan baku dan Larutan uji kedalam kromatograf, ukur tinggi puncak utama. Waktu retensi relatif dari hipoksantin 0,6 alopurinol 1,0. Hitung jumlah dalam mg C5H4N4O serbuk tabletyang digunakan dengan rumus:

     Ru
2,5 C
(---------)

     Rs
C adalah kadar alopurinol BPFI dalam mg per ml.
Larutan baku ; Ru dan Rs berturut-turut adalah perbandingan respons puncak antara alopurinol dan baku internal dari larutan ujii dan larutan baku.
Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup baik.
2.8 Persyaratan
Allopurinol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,1% C5H4N4O, dihitung terhadap  yang telah dikeringkan.
2.9 Resorpsi
Resorpsinya dari usus baik (80%) dan cepat, tidak terikat pada protein darah. Di dalam hati, obat ini dioksidasi oleh XO menjadi oksipurinol (= alloxanthine) aktif, yang terutama diekresikan dengan kemih. Plasmat ½ -nya 2-8 jam, dari oksipurinol lebih dari 20 jam berhubung adanya resorpsi kembali ditubuli.
2.10 Interaksi
Alopurinol menghambat enzim XO, maka perombakan zat-zat yang diubah oleh XO juga dirintangi, sehingga efeknya diperkuat. Contohnya adalah antagonis purin azathiopurin dan merkaptoopurin. Oleh karena itu, dosis sitostatika tersebut perlu diturunkan sampai 25-30%. Daya kerja antikoagulansia dan klorpropamida diperkuat. Kombinasi salisilat dan urikosurika diperbolehkan, hanya dosisnya perlu dinaikkan, karena ekresikan oksipurinol dipercepat oleh zat-zat tersebut.

2.11 Dosis
Dosis pada hiperurikemia 1 dd 100 mg p.c., bila perlu dinaikkan setiap minggu dengan 100 mg sampai maksimum 10 mg/kg/hari.
Profilaksis dengan sitostatik: 600 mg sehari dimulai 3 hari sebelum terapi.
Posologi :
*
Dewasa : Dosis awal 100 mg sehari dan ditingkatkan setiap minggu sebesar 100 mg sampai dicapai dosis optimal. Dosis maksimal yang dianjurkan 800 mg sehari.Pasien dengan gangguan ginjal 100 - 200 mg sehari.
*
Anak 6- 10 tahun : Bila disertai penyakit kanker, dosis maksimal 300 mg sehari.
*
Anak dibawah 6 tahun :Dosis maksimal 150 mg sehari.
Dosis tergantung individu, sebaiknya diminum sesudah makan. Pemeriksaan kadar asam urat serum dan fungsi ginjal membantu penetapan dosis efektif minimum, untuk memelihara kadar asam urat serum < 7 mg/dl pada pria dan < 6 mg/dl pada wanita.

2.12 Efek samping
Efek samping yang sering terjadi ialah reaksi kulit. Bila kemerahan kulit timbul, obat harus dihentikan karena gangguan mungkin menjadi lebih berat. Reaksi alergi berupa demam, menggigil, leukopenia atau leukositosis, eosinofilia, artralgia dan pruritus juga pernah dilaporkan. Gangguan saluran cerna kadang-kadang juga dapat terjadi. Alopurinol dapat meningkatkan frekuensi serangan sehingga sebaiknya pada awal terapi diberikan juga kolkisin. Serangan biasanya menghilang setelah beberapa bulan pengobatan. Karena alopurinol menghambat oksidasi merkaptopurin, dosis merkaptopurin harus dikurangi sampai 25-35% bila diberikan bersamaan. Dosis untuk penyakit pirai ringan 200-400 mg sehari, 400-600 mg untuk penyakit yang lebih berat. Untuk penderita gangguan fungsi ginjal dosis cukup 100-200 mg sehari. Dosis untuk hiperurisemia sekunder 100-200 mg sehari. Untuk anak 6-10 tahun:300 mg sehari dan anak dibawah 6 tahun: 150 mg sehari.
Menurut Munaf (1994), reaksi-reaksi yang tidak diinginkan pada terapi allopurinol antara lain:
a. Reaksi kulit
Bila kemerahan kulit timbul obat harus dihentikan karena gangguan mungkin menjadi lebih berat.
b. Reaksi alergi
Berupa demam, leukopeni, pruritus, eosinofillia, artralgia.
c. Gangguan saluran pencernaan
d. Allopurinol dapat meninggkatkan frekwensi serangan sehingga pada terapi diberikan kolkisin.
Reaksi hipersensitivitas :ruam makulopapular didahului pruritus, urtikaria, eksfoliatif dan lesi purpura, dermatitis, nefritis, faskulitis dan sindrome poliartritis. Demam, eosinofilia, kegagalan hati dan ginjal, mual, muntah, diare, rasa mengantuk, sakit kepala dan rasa logam.


Kontra indikasi :

Alergi terhadap Alopurinol
Penderita dengan penyakit hati dan "bone marrow suppression.


Interaksi Obat :

Pemberian Alopurinol bersama dengan azatioprin, merkaptopurin atau siklotosfamid, dapat meningkatkan efek toksik dari obat tersebut.
Jangan diberikan bersama-sama dengan garam besi dan obat diuretik golongan tiazida.
Dengan warfarin dapat menghambat metabolisme obat di hati.









BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Allopurinol memiliki nama IUPAC 1H-Pyrazolo[3,4-d]pyrimidine dan memiliki rumus molekul C5H4N4O. dengan berat molekul 136,11g/mol.  merupakan bubuk kristal putih, tidak berbau, sedikit larut dalam air. Allopurinol berguna untuk mengobati penyakit gout karena menurunkan kadar asam urat. Pengobatan jangka panjang mengurangi frekuensi serangan, menghambat pembentukkan tofi, memobilisasi asam urat dan mengurangi besarnya tofi. Obat ini terutama berguna untuk mengobati penyakit gout kronik dengan insufisiensi ginjal dan batu urat dalam ginjal tetapi dosis awal harus dikurangi. Allopurinol berguna untuk pengobatan gout sekunder akibat penyakit folicitemia vera, metaflasia myeloid, leukemia, limfoma psoriasis, hiperuricemia akibat obat dan radiasi.